Biji Kelor Sebagai Koagulan
Sesuai anjuran pemerintah dan kebiasaan yang
dilakukan oleh masyarakat, air yang tercemar diberi kaporit untuk
menetralkan, tapi ternyata banyak yang tetap tidak mempan. Selain itu
air yang diberi kaporit biasanya akan membuat tubuh tidak nyaman. Kulit
dan rambut akan terasa kering, bahkan dalam jangka panjang akan
menstimulan penyakit ginjal. Dari sisi lingkungan atau ekologis,
pemakaian kaporit yang secara terus menerus akan mematikan ekosistem
sungai bila limbahnya dibuang ke sana. Hal tersebut bisa dicoba dengan
misalnya menaruh ikan pada air berkaporit, dalam beberapa waktu ikan
tersebut akan mati. Begitu juga dengan tanaman, air berkaporit yang
digunakan untuk menyiram tanaman akan membuat tanaman menjadi tidak
sehat.
Pusat-pusat pengolahan air
perkotaan atau municipal water treatment dengan skala besar mengolah air
dengan cara menambahkan senyawa kimia penggumpal (coagulants) ke dalam
air kotor yang akan diolah. Dengan cara tersebut partikel-partikel yang
berada di dalam air akan menjadi suatu gumpalan yang lebih besar lalu
mengendap. Baru kemudian air di bagian atas yang bersih dipisahkan untuk
digunakan keperluan sehari-hari. Namun demikian, zat kimia penggumpal
yang baik tidak mudah dijumpai di berbagai daerah terpencil. Andaipun
ada pasti harganya tidak terjangkau oleh masyarakat.
Salah
satu alternatif yang tersedia secara lokal adalah penggunaan koagulan
alami dari tanaman yang barangkali dapat diperoleh di sekitar kita.
Penelitian dari The Environmental Engineering Group di Universitas
Leicester, Inggris, telah lama mempelajari potensi penggunaan berbagai
koagulan alami dalam proses pengolahan air skala kecil, menengah, dan
besar. Penelitian mereka dipusatkan terhadap potensi koagulan dari
tepung biji tanaman Moringa oleifera. Tanaman ini mengandung zat aktif
rhamnosyloxy-benzil-isothiocyanate, yang mampu mengadopsi dan
menetralisir partikel-partikel lumpur serta logam yang terkandung dalam
air limbah suspensi, dengan partikel kotoran melayang di dalam air.
Tanaman
tersebut banyak tumbuh di India bagian utara, tetapi sekarang sudah
menyebar ke mana-mana ke seluruh kawasan tropis, termasuk Indonesia. Di
Indonesia tanaman tersebut dikenal sebagai tanaman kelor dengan daun
yang kecil-kecil.
Proses pembersihan tersebut menurut hasil penelitian yang telah dilaporkan mampu memproduksi bakteri secara luar biasa, yaitu sebanyak 90-99,9% yang melekat pada partikel- partikel padat, sekaligus menjernihkan air, yang relatif aman (untuk kondisi serba keterbatasan) serta dapat digunakan sebagai air minum masyarakat setempat. Penelitian lain mengatakan serbuk bijinya mampu membersihkan 90 persen dari total bakteri E. Coli dalam seliter air sungai dalam waktu 20 menit. Selain itu biji kelor bisa dimanfaatkan sebagai bahan koagulan (bioflokulan) sewaktu mengolah limbah cair pabrik tekstil. Hasilnya terjadi degradasi warna hingga 98 persen penurunan BOD 62 persen, dan kandungan lumpur 70 ml per liter.
Proses pembersihan tersebut menurut hasil penelitian yang telah dilaporkan mampu memproduksi bakteri secara luar biasa, yaitu sebanyak 90-99,9% yang melekat pada partikel- partikel padat, sekaligus menjernihkan air, yang relatif aman (untuk kondisi serba keterbatasan) serta dapat digunakan sebagai air minum masyarakat setempat. Penelitian lain mengatakan serbuk bijinya mampu membersihkan 90 persen dari total bakteri E. Coli dalam seliter air sungai dalam waktu 20 menit. Selain itu biji kelor bisa dimanfaatkan sebagai bahan koagulan (bioflokulan) sewaktu mengolah limbah cair pabrik tekstil. Hasilnya terjadi degradasi warna hingga 98 persen penurunan BOD 62 persen, dan kandungan lumpur 70 ml per liter.
Proses Pemanfaatannya bisa dilihat pada gambar berikut :
Source:
http://laginulis.blogspot.com/2009/01/hindari-kaporit-beralih-ke-kelor.html
Tidak ada komentar:
Posting Komentar