Senin, 01 Oktober 2012

Feromon untuk Tanaman

Apa itu pheromone? Feromon, berasal dari bahasa Yunani ‘phero’ yang artinya ‘pembawa’ dan ‘mone’ ‘sensasi’. Pheromone adalah zat yang berasal dari dalam tubuh, dihasilkan secara alamiah dan ditujukan kepada spesies yang sama, ya, zat pemikat alami, begitulah tanggapan yang melekat pada zat yang satu ini. Pheromone merupakan senyawa kimia alami yang ditemukan pada setiap serangga, hewan dan manusia.

      Di dalam tanaman mungkin terkandung puluhan atau ratusan, bahkan ribuan jenis bahan kimia, sehingga sangat sulit untuk menentukan jenis dan fungsi atau manfaat setiap jenis kandungan bahan aktif tersebut. Dikenal suatu kelompok bahan aktif yang disebut “Produk metabolit sekunder” (Secondary metabolic products), dimana fungsinya bagi tumbuhan tersebut dalam proses metabolismenya kurang jelas. Namun kelompok ini dikenal berperan dalam hal berinteraksi atau berkompetisi, termasuk menjadi bahan untuk melindungi diri dari gangguan pesaingnya (Kardinan, 2002).
            Pada umumnya, petani melakukan pengendalian dengan menggunakan pestisida sintetik (kimia) dengan asumsi bahwa pestisida sintetik lebih efektif untuk pengendalian organisme pengganggu tanaman. Padahal jika dikaji lebih dalam penggunaan pestisida kimia mempunyai dampak negatif bagi kehidupan baik tanaman, hewan, maupun manusia. Hal ini karena pestisida sintetik (kimia) dapat menimbulkan dampak residu dan mengakibatkan terjadinnya pencemaran pada tanah,air dan udara (Drew,1978).
Hama lalat buah, khususnya dari jenis Bactrocera spp., adalah hama yang sangat merugikan. Kerugian yang diakibatkannya diperkirakan mencapai Rp 22 milyar per tahun. Serangan lalatbuah mengakibatkan menurunnya kuantitas dan kualitas produk hortikultura,khususnya buah-buahan dan mengakibatan ekspor buah-buahan ditolakHama ini telah tersebar hampir di semua kawasan Asia-Pasifik(Drew et al., 1978) dengan lebih dari 26 jenis inang (Anon, 1994), antara lain belimbing, jambu biji, tomat, cabai merah, melon, apel, nangka kuning,mangga, jambu air dan lainnya(Sodiq, 2004).
Lalat buah mengakibatkan kerusakan secara kuantitatif, yaitu dengan jatuhnya buah muda yang terserang dan secara kualitatif, yaitu buah menjadi busuk dan berisi belatung. Selain itu, lalat buah merupakan vektor bakteriEscherichia coli, penyebab penyakit pada manusia. Seekor lalat betina mampu memproduksi telur hingga 800 butir selama hidupnya. Lalat buah hidup bersimbiose mutualistis dengan suatu bakteri, sehingga ketika lalat meletakkan telur pada buah, akan disertai bakteri dan selanjutnya diikuti oleh jamur yang akhirnya menyebabkan buah busuk. Bakterinya sendiri hidup pada dinding saluran telur, tembolok dan usus lalat (Putra,1997).
Pestisida alami adalah suatu pestisida yang bahan dasarnya berasal dari alam, misalnya tumbuhan. Jenis pestisida ini mudah terurai (biodegradable) di alam, sehingga tidak mencemarkan lingkungan dan relatif aman bagi manusia dan ternak, karena residunya akan terurai dan mudah hilang.Pestisida nabati dapat membunuh atau mengganggu serangan hama dan penyakit melalui cara kerja yang unik, yaitu dapat melalui perpaduan berbagai cara atau secara tunggal.
Pestisida dari bahan nabati sebenarnya bukan hal yang baru tetapi sudah lama digunakan, bahkan sama tuanya dengan pertanian itu sendiri. Sejak pertanian masih dilakukan secara tradisional, petani di seluruh belahan dunia telah terbiasa memakai bahan yang tersedia di alam untuk mengendalikan organisme pengganggu tanaman. Pada tahun 40-an sebagian petani di Indonesia sudah menggunakan bahan nabati sebagai pestisida, diantaranya menggunakan daun sirsak untuk mengendalikan Cara kerja pestisida nabati sangat spesifik, yaitu :merusak perkembangan telur, larva dan pupa,menghambat pergantian kulit,mengganggu komunikasi serangga, menyebabkan serangga menolak makan,menghambat reproduksi serangga betina,mengurangi nafsu makan,memblokir kemampuan makan serangga, mengusir serangga,menghambat perkembangan patogen penyakit(Putra, 1997).
 Berikut beberapa contoh aplikasi feromon pada tanaman untuk penarik serangga agar tanaman menjadi tumbuh sesuai dengan yang diinginkan.

Aplikasi Feromon-Exi untuk Mengendalikan Ulat Bawang Merah (Spodoptera exigua)

Ulat bawang (Spodoptera exigua) merupakan hama endemik di sentra produksi bawang merah Kecamatan Astanajapura dengan tingkat serangan sangat tinggi.


Tindakan pengendalian yang biasa dilakukan petani adalah penyemprotan berbagai jenis insektisida yang dilakukan secara intensif setiap 3-4 hari. Hal ini dilakukan petani karena menurut beberapa petani jika hama ulat bawang merah tidak dikendalikan secara intensif dapat menurunkan hasil hingga 40%. Namun demikian, penyemprotan insektisida secara intensif meningkatkan biaya untuk pemeliharaan tanaman, yaitu pengendalian hama hingga 20-25%. Selain itu, penggunaan insektisida yang berlebihan juga dapat mencemari lingkungan.
Teknologi alternatif baru yang lebih efektif, efisien, dan ramah lingkungan untuk mengendalikan ulat bawang merah adalah dengan menggunakan feromon. Feromon merupakan senyawa kimia yang digunakan serangga untuk berkomunikasi dalam satu spesies (sejenis). Feromon yang digunakan oleh serangga jantan dan betina dewasa pada saat kawin (kopulasi) disebut feromon seks. Feromon seks inilah kemudian oleh Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Bioteknologi dan Sumberdaya Genetik Pertanian (BB-Biogen) dibuat sintetiknya dan dapat digunakan sebagai penarik ngengat jantan dewasa. BB-Biogen berhasil memformulasikan senyawa sintetik yang berperan sebagai feromon seks ulat bawang yang diberi nama Feromon-Exi.
Selain Feromon-Exi, BB-Biogen juga berhasil mengembangkan Perangkap-Exi. Perangkap –Exi merupakan perangkap berferomon yang mampu menangkap dan membunuh serangga jantan. Perangkap-Exi sangat sederhana dan murah namun efektif mengendalikan hama ulat bawang merah, sehingga akan sangat terjangkau oleh petani.
 Jumlah Perangkap-Exi yang dipasang jika pemasangan dilakukan secara individu sekitar 20 unit/Ha. Jika pemasangan secara bersama-sama pada satu hamparan, jumlah Perangkap-Exi berkurang yaitu sekitar 10-12 unit/Ha.
  Hasil percobaan di sentra produksi bawang merah Brebes, Jawa Tengah pada tahun 2006, satu Perangkap-Exi mampu menangkap dan membunuh serangga jantan sekitar 400-500 ekor/malam. Dan setiap musim mampu menangkap dan membunuh serangga jantan hingga 125.000 ekor/Ha.
   Keberhasilan percobaan pengunaan Feromon-Exi mengendalikan ulat bawang merah di Brebes diadopsi dan diimplementasikan pada unit percontohan M-P3MI di Kabupaten Cirebon. Pada saat sosialisasi yang dilakukan oleh peneliti BB-Biogen, petani sangat antusias dan langsung tertarik untuk menerapkan inovasi tersebut di lahannya.
  Setelah disosialisasikan, kemudian praktek lapang pemasangan Perangkap-Exi pada unit percontohan M-P3MI, yaitu pada salh satu lahan anggota kelompok tani seluas 1 Ha. Jumlah Perangkap-Exi yang dipasang sebanyak 12 unit, sehingaa dalam satu hamparan unit percontohan (15Ha) akan dipasang sebanyak 180 unit.

   Praktek lapang dimaksudkan untuk meningkatkan dan mempercepat pemahaman petani tentang cara pemasangan Perangkap-Exi. Dengan demikian, petani tidak akan melakukan kesalahan pada saat mengaplikasikan Perangkap-Exi di lahannya masing-masing.

Maka dari itu bisa di garis bawahi bahwa penggunaan Feromon-Exi ini memiliki beberapa kelebihan:
-Teknologi ini bersifat ramah lingkungan, tidak mengakibatkan terjadinya pencemaran lingkungan.
-Bersifat selektif untuk spesies hama tertentu.
-Mampu menekan populasi serangga secara nyata.
-Biaya yang dialokasikan lebih murah. Sebagai perbandingan penggunaan perangkap lampu membutuhkan biaya sekitar 1-2 juta rupiah tiap hektarnya, belum termasuk tambahan biaya untuk penyemprotan insektisida. Sementara itu, penyemprotan insektisida secara intensif dapat memakan biaya hingga 6 juta rupiah.




Tidak ada komentar:

Posting Komentar