Apa itu pheromone? Feromon, berasal dari
bahasa Yunani ‘phero’ yang artinya ‘pembawa’ dan ‘mone’ ‘sensasi’.
Pheromone adalah zat yang berasal dari dalam tubuh, dihasilkan secara
alamiah dan ditujukan kepada spesies yang sama, ya, zat pemikat alami,
begitulah tanggapan yang melekat pada zat yang satu ini. Pheromone
merupakan senyawa kimia alami yang ditemukan pada setiap serangga, hewan
dan manusia.
Di
dalam tanaman mungkin terkandung puluhan atau ratusan, bahkan ribuan jenis
bahan kimia, sehingga sangat sulit untuk menentukan jenis dan fungsi atau
manfaat setiap jenis kandungan bahan aktif tersebut. Dikenal suatu kelompok
bahan aktif yang disebut “Produk metabolit sekunder” (Secondary metabolic
products), dimana fungsinya bagi tumbuhan tersebut dalam proses metabolismenya
kurang jelas. Namun kelompok ini dikenal berperan dalam hal berinteraksi atau
berkompetisi, termasuk menjadi bahan untuk melindungi diri dari gangguan
pesaingnya (Kardinan, 2002).
Pada
umumnya, petani melakukan pengendalian dengan menggunakan pestisida sintetik
(kimia) dengan asumsi bahwa pestisida sintetik lebih efektif untuk pengendalian
organisme pengganggu tanaman. Padahal jika dikaji lebih dalam penggunaan
pestisida kimia mempunyai dampak negatif bagi kehidupan baik tanaman, hewan,
maupun manusia. Hal ini karena pestisida sintetik (kimia) dapat menimbulkan
dampak residu dan mengakibatkan terjadinnya pencemaran pada tanah,air dan udara
(Drew,1978).
Hama lalat buah,
khususnya dari jenis Bactrocera spp., adalah hama yang sangat merugikan. Kerugian
yang diakibatkannya diperkirakan mencapai Rp 22 milyar per tahun. Serangan
lalatbuah mengakibatkan menurunnya kuantitas dan kualitas produk
hortikultura,khususnya buah-buahan dan mengakibatan ekspor buah-buahan
ditolakHama ini telah tersebar hampir di semua kawasan Asia-Pasifik(Drew et
al., 1978) dengan lebih dari 26 jenis inang (Anon, 1994), antara lain
belimbing, jambu biji, tomat, cabai merah, melon, apel, nangka kuning,mangga,
jambu air dan lainnya(Sodiq, 2004).
Lalat buah
mengakibatkan kerusakan secara kuantitatif, yaitu dengan jatuhnya buah muda
yang terserang dan secara kualitatif, yaitu buah menjadi busuk dan berisi
belatung. Selain itu, lalat buah merupakan vektor bakteriEscherichia coli,
penyebab penyakit pada manusia. Seekor lalat betina mampu memproduksi telur
hingga 800 butir selama hidupnya. Lalat buah hidup bersimbiose mutualistis
dengan suatu bakteri, sehingga ketika lalat meletakkan telur pada buah, akan
disertai bakteri dan selanjutnya diikuti oleh jamur yang akhirnya menyebabkan buah
busuk. Bakterinya sendiri hidup pada dinding saluran telur, tembolok dan usus
lalat (Putra,1997).
Pestisida alami adalah
suatu pestisida yang bahan dasarnya berasal dari alam, misalnya tumbuhan. Jenis
pestisida ini mudah terurai (biodegradable) di alam, sehingga tidak mencemarkan
lingkungan dan relatif aman bagi manusia dan ternak, karena residunya akan
terurai dan mudah hilang.Pestisida nabati dapat membunuh atau mengganggu
serangan hama dan penyakit melalui cara kerja yang unik, yaitu dapat melalui perpaduan
berbagai cara atau secara tunggal.
Pestisida dari bahan
nabati sebenarnya bukan hal yang baru tetapi sudah lama digunakan, bahkan sama
tuanya dengan pertanian itu sendiri. Sejak pertanian masih dilakukan secara
tradisional, petani di seluruh belahan dunia telah terbiasa memakai bahan yang
tersedia di alam untuk mengendalikan organisme pengganggu tanaman. Pada tahun
40-an sebagian petani di Indonesia sudah menggunakan bahan nabati sebagai
pestisida, diantaranya menggunakan daun sirsak untuk mengendalikan Cara kerja
pestisida nabati sangat spesifik, yaitu :merusak perkembangan telur, larva dan
pupa,menghambat pergantian kulit,mengganggu komunikasi serangga, menyebabkan
serangga menolak makan,menghambat reproduksi serangga betina,mengurangi nafsu
makan,memblokir kemampuan makan serangga, mengusir serangga,menghambat
perkembangan patogen penyakit(Putra,
1997).
Berikut beberapa contoh aplikasi feromon pada tanaman untuk penarik serangga agar tanaman menjadi tumbuh sesuai dengan yang diinginkan.
Aplikasi Feromon-Exi untuk Mengendalikan Ulat Bawang
Merah (Spodoptera exigua)
Ulat bawang (Spodoptera exigua) merupakan hama endemik
di sentra produksi bawang merah Kecamatan Astanajapura
dengan tingkat serangan sangat
tinggi.
Tindakan pengendalian yang biasa dilakukan petani adalah
penyemprotan berbagai jenis insektisida yang dilakukan secara intensif setiap
3-4 hari. Hal ini dilakukan petani karena menurut beberapa petani jika hama
ulat bawang merah tidak dikendalikan secara intensif dapat menurunkan hasil
hingga 40%. Namun demikian, penyemprotan insektisida secara intensif
meningkatkan biaya untuk pemeliharaan tanaman, yaitu pengendalian hama hingga
20-25%. Selain itu, penggunaan insektisida yang berlebihan juga dapat mencemari
lingkungan.
Teknologi
alternatif baru yang lebih efektif, efisien, dan ramah lingkungan untuk
mengendalikan ulat bawang merah adalah dengan menggunakan feromon. Feromon
merupakan senyawa kimia yang digunakan serangga untuk berkomunikasi dalam satu
spesies (sejenis). Feromon yang digunakan oleh serangga jantan dan betina
dewasa pada saat kawin (kopulasi) disebut feromon seks. Feromon seks inilah
kemudian oleh Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Bioteknologi dan
Sumberdaya Genetik Pertanian (BB-Biogen) dibuat sintetiknya dan dapat digunakan
sebagai penarik ngengat jantan dewasa. BB-Biogen berhasil memformulasikan
senyawa sintetik yang berperan sebagai feromon seks ulat bawang yang diberi
nama Feromon-Exi.
Selain
Feromon-Exi, BB-Biogen juga berhasil mengembangkan Perangkap-Exi. Perangkap
–Exi merupakan perangkap berferomon yang mampu menangkap dan membunuh serangga
jantan. Perangkap-Exi sangat sederhana dan murah namun efektif mengendalikan
hama ulat bawang merah, sehingga akan sangat terjangkau oleh petani.
Jumlah
Perangkap-Exi yang dipasang jika pemasangan dilakukan secara individu sekitar
20 unit/Ha. Jika pemasangan secara bersama-sama pada satu hamparan, jumlah
Perangkap-Exi berkurang yaitu sekitar 10-12 unit/Ha.
Hasil
percobaan di sentra produksi bawang merah Brebes, Jawa Tengah pada tahun 2006,
satu Perangkap-Exi mampu menangkap dan membunuh serangga jantan sekitar 400-500
ekor/malam. Dan setiap musim mampu menangkap dan membunuh serangga jantan
hingga 125.000 ekor/Ha.
Keberhasilan
percobaan pengunaan Feromon-Exi mengendalikan ulat bawang merah di Brebes
diadopsi dan diimplementasikan pada unit percontohan M-P3MI di Kabupaten
Cirebon. Pada saat sosialisasi yang dilakukan oleh peneliti BB-Biogen, petani
sangat antusias dan langsung tertarik untuk menerapkan inovasi tersebut di
lahannya.
Setelah
disosialisasikan, kemudian praktek lapang pemasangan Perangkap-Exi pada unit
percontohan M-P3MI, yaitu pada salh satu lahan anggota kelompok tani seluas 1
Ha. Jumlah Perangkap-Exi yang dipasang sebanyak 12 unit, sehingaa dalam satu
hamparan unit percontohan (15Ha) akan dipasang sebanyak 180 unit.
Praktek
lapang dimaksudkan untuk meningkatkan dan mempercepat pemahaman petani tentang
cara pemasangan Perangkap-Exi. Dengan demikian, petani tidak akan melakukan kesalahan
pada saat mengaplikasikan Perangkap-Exi di lahannya masing-masing.
Maka
dari itu bisa di garis bawahi bahwa penggunaan Feromon-Exi ini memiliki
beberapa kelebihan:
-Teknologi ini bersifat ramah lingkungan, tidak mengakibatkan terjadinya pencemaran lingkungan.
-Bersifat selektif untuk spesies hama tertentu.
-Mampu menekan populasi serangga secara nyata.
-Biaya yang dialokasikan lebih murah. Sebagai perbandingan penggunaan perangkap lampu membutuhkan biaya sekitar 1-2 juta rupiah tiap hektarnya, belum termasuk tambahan biaya untuk penyemprotan insektisida. Sementara itu, penyemprotan insektisida secara intensif dapat memakan biaya hingga 6 juta rupiah.
-Teknologi ini bersifat ramah lingkungan, tidak mengakibatkan terjadinya pencemaran lingkungan.
-Bersifat selektif untuk spesies hama tertentu.
-Mampu menekan populasi serangga secara nyata.
-Biaya yang dialokasikan lebih murah. Sebagai perbandingan penggunaan perangkap lampu membutuhkan biaya sekitar 1-2 juta rupiah tiap hektarnya, belum termasuk tambahan biaya untuk penyemprotan insektisida. Sementara itu, penyemprotan insektisida secara intensif dapat memakan biaya hingga 6 juta rupiah.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar