Selasa, 02 Oktober 2012

Anti Feedant

Sebenarnya apa sih anti feedant itu? seberapa pentingnya sih untuk tanaman? 
Pasti sebagian dari kita akan bertanya-tanya dan bahkan mungkin tidak banyak yang kita tahu tentang anti feedant, nah disini akan sedikit dijelaskan mengenai anti feedant itu, selamat membaca kawan :) ..

Anti feedant adalah suatu senyawa yang berfungsi untuk menurunkan nafsu makan pada makhluk. Pada tanaman, senyawa ini disematkan guna hama-hama tanaman yang merugikan tidak lagi mendekati tanaman yang sedang tumbuh, sehingga tanaman dapat tumbuh dengan baik tanpa adanya gangguan dari hama tanaman yang bersifat parasit. Berikut salah satu aplikasi anti feedant untuk tanaman. monggo dibaca kawan^^


Mimba vs Keong


Keong mas berasal dari rawa-rawa di Amerika Selatan seperti Brazil, Suriname, dan Guatemala. Pertama kali, keong mas didatangkan dari Taiwan sekitar tahun 1980-an. Tahun 1981, hewan ini diintroduksikan ke Yogyakarta sebagai fauna akuarium. Sekitar tahun 1985-1987, hewan ini dengan sangat cepat dan popular di Indonesia. Tapi karena dibiarkan lepas tanpa pengawasan, akhirnya masuk ke sawah dan menjadi hama utama tanaman padi karena memakan memakan segala tanaman terutama tanaman padi muda dan bibit.

Dalam mengendalikan hama keong mas, umumnya para petani lebih memilih menggunakan moluskisida sintetik yang harganya mahal, berspektrum luas dan mengganggu organisme non target seperti manusia. Dalam kaitannya dengan pengendalian keong mas, cara-cara yang lebih aman, seperti halnya secara fisik (penggunaan saringan), maupun secara biologis (pemberian tanaman-tanaman beracun atau tidak disukai, penggembalaan itik, penanaman bibit yang cukup tua atau kuat, dan sebagainya) lebih direkomendasikan (Sulistiono. 2007).

Mimba merupakan tanaman yang memenuhi persyaratan (menurut grup konsultasi para ahli FAO dalam pengembangan pestisida nabati) untuk dikembangkan menjadi sumber bahan dasar pembuatan pestisida nabati. Adapun persyaratan-persyaratan tersebut antara lain, merupakan tanaman tahunan, tidak perlu dimusnahkan apabila suatu saat bagian     tanamannya diperlukan, mudah dibudidayakan, tidak  menjadi  gulma  atau  inang bagi organisme pengganggu tumbuhan (OPT), mempunyai nilai tambah, mudah diproses, sesuai     dengan kemampuan petani.

Mimba, terutama dalam biji dan daunnya mengandung beberapa komponen dari produksi   metabolit sekunder yang diduga sangat bermanfaat, baik dalam bidang pertanian (pestisida    dan pupuk), maupun farmasi (kosmetik dan obat-obatan). Beberapa diantaranya adalah azadirachtin, salanin, meliantriol, nimbin dan nimbidin. Azadirachtin sendiri terdiri dari sekitar 17  komponen  dan  komponen  yang mana yang paling bertanggung jawab sebagai pestisida atau obat, belum jelas. Mimba tidak  membunuh  hama  secara  cepat, namun mengganggu hama pada proses makan,  pertumbuhan,  reproduksi  dan lainnya.

Azadirachtin   berperan   sebagai ecdyson blocker     atau zat yang dapat menghambat  kerja  hormon  ecdyson, yaitu  suatu  hormon  yang  berfungsi dalam  proses  metamorfosa  serangga. Serangga akan terganggu pada proses pergantian    kulit,    ataupun    proses perubahan dari telur menjadi larva, atau dari  larva  menjadi  kepompong  atau dari   kepompong menjadi dewasa. Biasanya kegagalan dalam proses ini seringkali    mengakibatkan kematian

Salanin berperan sebagai penurun  nafsu  makan  (anti-feedant) yang    mengakibatkan    daya    rusak serangga  sangat  menurun,  walaupun serangganya sendiri belum mati. Oleh karena itu, dalam penggunaan pestisida nabati dari mimba, seringkali hamanya tidak mati seketika setelah disemprot (knock   down),   namun   memerlukan beberapa hari untuk mati, biasanya 4-5 hari.  Namun  demikian,  hama  yang telah disemprot tersebut daya rusaknya sudah sangat menurun, karena dalam keadaan sakit.

Meliantriol berperan sebagai penghalau (repellent) yang mengakibatkan serangga hama enggan mendekati  zat  tersebut.  Suatu  kasus terjadi   ketika   belalan Schistocerca gregaria menyerang            tanaman   di Afrika, semua jenis tanaman terserang belalang,  kecuali  satu  jenis  tanaman, yaitu    mimba. Mimba pun dapat merubah tingkah laku serangga,  khususnya  belalang  (insect behavior) yang tadinya  bersifat migrasi, bergerombol   dan   merusak menjadi bersifat solitair yang bersifat tidak merusak.

Nimbin  dan  nimbidin  berperan sebagai  anti  mikro  organisme  seperti anti-virus, bakterisida, fungisida sangat bermanfaat   untuk   digunakan   dalam mengendalikan     penyakit  tanaman. Tidak terbatas hal itu, bahan-bahan ini sering digunakan dan dipercaya   masyarakat   sebagai   obat tradisional yang mampu menyembuh- kan segala jenis penyakit pada manusia. Selain mengandung bahan-bahan tersebut  di  atas,  di  dalam  tanaman mimba    masih    terdapat    berpuluh, bahkan beratus jenis bahan aktif yang merupakan produksi       metabolit sekunder  yang  belum  teridentifikasi dan belum diketahui manfaatnya (Agus dan Azmi. 2003).




         Tindakan pengendalian yang biasa dilakukan petani adalah penyemprotan berbagai jenis insektisida yang dilakukan secara intensif setiap 3-4 hari. Hal ini dilakukan petani karena menurut beberapa petani jika hama ulat bawang merah tidak dikendalikan secara intensif dapat menurunkan hasil hingga 40%. Namun demikian, penyemprotan insektisida secara intensif meningkatkan biaya untuk pemeliharaan tanaman, yaitu pengendalian hama hingga 20-25%. Selain itu, penggunaan insektisida yang berlebihan juga dapat mencemari lingkungan.
          Teknologi alternatif baru yang lebih efektif, efisien, dan ramah lingkungan untuk mengendalikan ulat bawang merah adalah dengan menggunakan feromon. Feromon merupakan senyawa kimia yang digunakan serangga untuk berkomunikasi dalam satu spesies (sejenis). Feromon yang digunakan oleh serangga jantan dan betina dewasa pada saat kawin (kopulasi) disebut feromon seks. Feromon seks inilah kemudian oleh Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Bioteknologi dan Sumberdaya Genetik Pertanian (BB-Biogen) dibuat sintetiknya dan dapat digunakan sebagai penarik ngengat jantan dewasa. BB-Biogen berhasil memformulasikan senyawa sintetik yang berperan sebagai feromon seks ulat bawang yang diberi nama Feromon-Exi.
          Selain Feromon-Exi, BB-Biogen juga berhasil mengembangkan Perangkap-Exi. Perangkap –Exi merupakan perangkap berferomon yang mampu menangkap dan membunuh serangga jantan. Perangkap-Exi sangat sederhana dan murah namun efektif mengendalikan hama ulat bawang merah, sehingga akan sangat terjangkau oleh petani.
          Jumlah Perangkap-Exi yang dipasang jika pemasangan dilakukan secara individu sekitar 20 unit/Ha. Jika pemasangan secara bersama-sama pada satu hamparan, jumlah Perangkap-Exi berkurang yaitu sekitar 10-12 unit/Ha.
          Hasil percobaan di sentra produksi bawang merah Brebes, Jawa Tengah pada tahun 2006, satu Perangkap-Exi mampu menangkap dan membunuh serangga jantan sekitar 400-500 ekor/malam. Dan setiap musim mampu menangkap dan membunuh serangga jantan hingga 125.000 ekor/Ha.
          Keberhasilan percobaan pengunaan Feromon-Exi mengendalikan ulat bawang merah di Brebes diadopsi dan diimplementasikan pada unit percontohan M-P3MI di Kabupaten Cirebon. Pada saat sosialisasi yang dilakukan oleh peneliti BB-Biogen, petani sangat antusias dan langsung tertarik untuk menerapkan inovasi tersebut di lahannya.
          Setelah disosialisasikan, kemudian praktek lapang pemasangan Perangkap-Exi pada unit percontohan M-P3MI, yaitu pada salh satu lahan anggota kelompok tani seluas 1 Ha. Jumlah Perangkap-Exi yang dipasang sebanyak 12 unit, sehingaa dalam satu hamparan unit percontohan (15Ha) akan dipasang sebanyak 180 unit.

          Praktek lapang dimaksudkan untuk meningkatkan dan mempercepat pemahaman petani tentang cara pemasangan Perangkap-Exi. Dengan demikian, petani tidak akan melakukan kesalahan pada saat mengaplikasikan Perangkap-Exi di lahannya masing-masing.

Maka dari itu bisa di garis bawahi bahwa penggunaan Feromon-Exi ini memiliki beberapa kelebihan:
 
-Teknologi ini bersifat ramah lingkungan, tidak mengakibatkan terjadinya pencemaran lingkungan.
 
-Bersifat selektif untuk spesies hama tertentu.
 
-Mampu menekan populasi serangga secara nyata.
 
-Biaya yang dialokasikan lebih murah. Sebagai perbandingan penggunaan perangkap lampu membutuhkan biaya sekitar 1-2 juta rupiah tiap hektarnya, belum termasuk tambahan biaya untuk penyemprotan insektisida. Sementara itu, penyemprotan insektisida secara intensif dapat memakan biaya hingga 6 juta rupiah.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar